Yusril Ihza Mahendra: Tidak Ada Kekerasan Aparat terhadap Tahanan Demo Akhir Agustus 2025




Jakarta, Buana News


Jakarta, 9 September 2025 – Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menegaskan tidak ada tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap 68 tahanan terkait kerusuhan demonstrasi akhir Agustus 2025. Pernyataan ini disampaikan usai Yusril mengunjungi langsung para tahanan di Polda Metro Jaya pada Selasa (9/9/2025).

“Tadi saya tanya satu per satu, tidak ada kekerasan yang dilakukan oleh aparat. Mereka mengatakan tidak ada,” ujar Yusril. Ia memastikan hak-hak dasar tahanan, seperti makanan, minuman, pendampingan hukum, dan kunjungan keluarga, telah dipenuhi sesuai aturan hukum. Yusril juga menegaskan bahwa dari lebih dari 5.000 orang yang sempat diamankan secara nasional, sekitar 4.800 telah dibebaskan, sementara 583 orang, termasuk 68 di Polda Metro Jaya, masih menjalani proses hukum dengan tuduhan kerusuhan, perusakan, dan penghasutan. Tidak ada dakwaan makar atau terorisme.

Demonstrasi yang berlangsung sejak 25 Agustus 2025 dipicu oleh kenaikan tunjangan rumah anggota DPR sebesar Rp50 juta per bulan, yang dianggap tidak sensitif terhadap kondisi ekonomi masyarakat. Aksi yang melibatkan mahasiswa, pelajar, buruh, dan kelompok sipil di berbagai kota, termasuk Jakarta, Yogyakarta, Semarang, dan Makassar, berujung ricuh. Bentrokan dengan aparat menyebabkan penjarahan, perusakan fasilitas umum, hingga insiden tragis seperti kematian pengemudi ojek online Affan Kurniawan yang dilindas kendaraan taktis Brimob di Jakarta pada 28 Agustus. Komnas HAM mencatat 951 orang ditahan pada demo 25 dan 28 Agustus, dengan ratusan luka akibat dugaan kekerasan aparat, termasuk penggunaan gas air mata, peluru karet, dan pemukulan. Total, 10 orang dilaporkan meninggal dunia selama aksi.

Yusril menegaskan penanganan demonstrasi telah sesuai standar HAM, dengan jaminan pendampingan hukum gratis dan pendekatan restorative justice untuk tahanan anak dan pelajar yang berdemonstrasi damai. Pemerintah juga membuka ruang bagi Komnas HAM untuk memantau proses hukum dan menerima laporan dugaan pelanggaran HAM. Namun, klaim ini mendapat kritik dari Amnesty International Indonesia dan KontraS, yang menyoroti pola kekerasan aparat, termasuk dugaan penyiksaan di tahanan dan penangkapan sewenang-wenang. Mereka menuntut investigasi independen dan reformasi kepolisian.

Sebagian tuntutan “17+8” yang deadlinenya jatuh pada 5 September 2025 diklaim telah ditanggapi pemerintah, namun kelompok masyarakat sipil menilai banyak isu, terutama akuntabilitas aparat, belum terselesaikan. Situasi terus dipantau, dengan tekanan dari publik dan organisasi HAM agar pemerintah memenuhi seluruh tuntutan demonstran. (Boy) 
Lebih baru Lebih lama